Rabu, Februari 25, 2009

Membangun Partai Masa Depan

Membangun Partai Masa Depan
Kondisi umum partai-partai politik dewasa ini sangat memprihatinkan: memperjuangkan kepentingannya sendiri, mengidap penyakit oligarkhis(i) yang acute, dan kader-kadernya banyak terlibat dalam berbagai kasus korupsi. Mereka mengalami krisis identitas dan ideologi. Kepercayaan rakyat kepada partai politik makin lama makin tipis. Rakyat tidak lagi melihat partai politik sebagai alat perjuangan, melainkan hanya sebagai alat berebut kekuasaan bagi para pemimpinnya

(2) Tetapi demokrasi tetap membutuhkan partai politik. Tidak mungkin ada demokrasi tanpa partai politik. Memburuknya citra partai politik akan membuat rakyat ragu-ragu terhadap gagasan demokratisasi maupun cita-cita reformasi, yang sebelumnya diyakini sebagai solusi terhadap tirani Orde Baru. Akan sangat berbahaya apabila kondisi ini dipergunakan untuk menggerakkan arus balik demokratisasi. Arus balik itu bukanlah suatu hal yang tidak mungkin terjadi, mengingat reformasi diakhiri tanpa kemenangan ideologis dan ideological apparatus Orde Baru tidak mengalami kerusakan yang berarti. Bahkan Partai Golkar, sebagai salah satu ideological apparatus Orde Baru, telah berhasil memenangkan pemilihan umum legislative dan menemukan axis mundinya kembali dengan terpilihnya Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai Ketua Umum. Kedua hal ini akan menjadi titik tolak bagi Partai Golkar untuk mengembangkan sayapnya di kemudian hari dan menciptakan stabilitas yang diperlukan untuk menjalankan kembali ideologi pembangunanisme(ii) melalui pintu demokrasi


(3) Perlu dibangun partai politik berbasis ke bangsaan yang dari awal dirancang untuk mengintegrasikan cita-cita kerakyatan dan prinsip-prinsip demokrasi ke dalam perilaku partai. Partai yang dibangun itu haruslah merupakan partai ideologi(iii), dan dengan sadar menghindari terbangunnya partai lindungan (patronage party). Partai yang dibangun haruslah merupakan partai kader(iv), yang pimpinan dan anggotanya sanggup bekerja dengan disiplin yang tinggi di atas garis massa. Partai yg dibangun harus pula merupakan partai yang demokratis dlm mengatur kehidupan rumah tangganya. Pimpinan partai dipilih secara demokratis dan berada di bawah kontrol massa anggota nya. Partai harus menyediakan mekanisme yang memungkinkan pimpinan partai diberhentikan sebelum waktunya oleh anggota. Partai yang dibangun juga harus menghindari jebakan partai model Leninis yg menerapkan demokrasi sentralisme, seolah-oleh demokrasi tapi sebenarnya bukan demokrasi: para pemimpin dipilih secara demokratis, tetapi setelah terpilih boleh memecat anggotanya yang dianggap tidak loyal. Pengorganisasian partai harus dengan jelas menunjukkan bahwa prinsip-prinsip demokrasi dijalankan sepenuhnya dalam kehidupan internal partai. Gambar partai seperti ini adalah partai yang dicita-citakan, yang dapat mendongkrak kembali citra partai politik di mata rakyat. Partai seperti itu diperlukan untuk mencegah arus balik demokratisasi dan menghindari kembalinya ideologi Orde Baru.

(4) Partai yang dicita-citakan hanya dapat dibangun di atas alas kekuatan social baru, yaitu lapisan dalam masyarakat yang sadar akan hakekat perjuangan politiknya dan memiliki kepercayaan pada diri sendiri. Tidak mungkin kita membangun partai ideologi & partai kader yang sekaligus juga menegakkan prinsip-prinsip demokrasi dalam pengelolaan rumah tangga partai, kalau tidak didukung lapisan masyarakat yang sadar akan hakekat perjuangan politiknya. Tetapi itu tidak berarti bahwa kita harus menunggu lahirnya kekuatan social baru lebih dahulu, baru membangun partai. Partai yang dicita-citakan dapat mulai dibangun bersama-sama dengan upaya untuk membangun kekuatan social baru, karena baik partai yang dicita-citakan maupun kekuatan social baru dibangun di atas sumber daya politik yang sama, yaitu the power of knowledge(v). Kita memilih pengetahuan sebagai basis sumber daya politik, karena pengetahuan dalam era globalisasi sekarang adalah amunisi yang tidak pernah ada habisnya (berbeda dengan kekerasan atau kekayaan) dan sekaligus juga merupakan sumber kekuasaan yang paling demokratis (dapat dimiliki oleh orang yang lemah maupun miskin)

(5) Partai yang dicita-citakan hanya dapat dibangun apabila kita mampu membangkitkan kembali kembali rasa percaya diri sendiri yang besar. Bangsa Indonesia saat ini sedang mengidap penyakit inferior complex yang berat. Masyarakat kita juga sedang dikepung oleh perasaan tidak berdaya. Masyarakat politik kita pun ikut-ikutan tidak berdaya kalau tidak digerojog dengan rupiah. Imajinasi yang melambung dalam dunia politik bukan lagi imajinasi ideologi, melainkan imajinasi uang, Kita disuruh percaya pada tahyul yang menyerebak pada zaman reformasi : kalau tidak punya uang, jangan berpolitik. Kita harus berani memerangi tahyul ini, membebaskan rakyat dari cengkeraman orang-orang kaya yang mau menambah kekayaannya melalui lapangan politik. Asas self help (vi) yang pernah digunakan sebagai asas oleh pergerakan kemerdekaan kita dulu perlu dihidupkan kembali. Dengan kekuatan pengetahuan, asas self help akan mendorong kita untuk selalu dapat keluar dari jalan buntu.

(6) Untuk membangun partai yang dicita-citakan dapat dimulai dari tingkat distrik (setara daerah tingkat II dalam administrasi pemerintahan). Pada tingkat distrik inilah dengan tidak terlalu sulit dapat ditemukan komunitas politik dan sumber daya untuk menggerakkan aktivitas minimal partai. Pada tingkat distrik ini pula premise membangun partai bersama-sama dengan membangun kekuatan social baru dapat dilaksanakan. Partai dibangun dengan memperhatikan sumber daya politik yang tersedia; dan kekuatan social baru dibangun melalui pendidikan politik. Adalah tugas partai distrik untuk memulai mendidik massa melalui berbagai peristiwa politik (local, regional, maupun nasional) dengan memperhatikan sumber daya politik yang dimiliki dan dapat dimiliki. Pada stadium terakhir, partai-partai distrik akan diintegrasikan menjadi partai yang dicita-citakan pada tingkat nasional(vii)

(7) Partai distrik yang satu dengan yang lain dihubungkan oleh tenaga kader sebagai perekat ; sedangkan kader yang satu dengan yang lain dihubungkan oleh wawasan ideologis yang terus menerus dimajukan sehingga tidak kehilangan watak progresifnya. Dalam membangun partai yang dicita-citakan ini, sedapat mungkin dihindari formalitas yang tidak perlu. Untuk menjaga dijalankannya demokrasi yang otentik dalam proses pembentukan partai, prosedur atau tata cara dalam pengorganisasiannya disederhanakan dan didasarkan pada saling pengertian.

(8) Pada tanggal 1 Juni 1945, di depan sidang Dokuritu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan kemerdekaan Indonesia), Bung Karno bertanya kepada peserta sidang, kita ini mau merdeka sekarang atau tidak. Kemerdekaan itu, kata Bung Karno, dpt diibaratkan seperti perkawinan. Ada pemuda yang berani kawin kalau sudah mempunyai rumah gedung, permadani, listrik, dan tempat tidur yang mentul-mentul. Ada juga pemuda yang berani kawin dengan berbekal gubug dan sehelai tikar. Pertanyaan itu dijawab sendiri oleh Bung Karno, kita mau merdeka sekarang, sekarang, sekarang ! ( Soedaryanto )

Catatan :

(I) Hampir semua partai politik di Indonesia sekarang ini mengidap penyakit oligarkhis : para pemimpin yang dipilih secara demokratis secara diam-diam membangun komplotan dalam tubuh partai dan/atau bersekutu dengan kelompok-kelompok kepentingan lainnya untuk memper juangkan tujuan-tujuannya sendiri yang menyimpang dari tujuan partai dan bukan pula tujuan yang dijanjikan kepada para pendukungnya pa da massa pemilihan. Menurut Robert Michels dalam bukunya Partai Politik yang diterbitkan pertama kali tahun 1911, besarnya harapan massa kepada para pemimpin dan berbagai keunggulan yang dimiliki elite partai secara bersama-sama dapat mebangun situasi bagi tumbuhnya pola perilaku oligarkhis. Kecenderungan suatu partai akan mengarah pada demo krasi atau oligarkhis tergantung pada dua factor, yaitu factor pemimpin dan factor pengorgani sasian. Faktor pemimpin meliputi orientasi ideologi, pelayanan kepentingan, posisinya dalam perubahan. Apabila pemimpin bertumpu pada watak progresif dari ideologi, maka partai akan menjadi demokratis ; tetapi apabila pemimpin menikmati watak konservatifnya ideologi, maka partai cenderung oligarkhis. Apabila pemimpin mengikatkan diri pada pelayanan kepentingan keseluruhan anggota nya, maka demokrasi demokrasi di dalam partai akan terpelihara; sebaliknya apabila pemimpin hanya mengutamakan kelompok kecil mereka sendiri, maka partai akan menjadi oligarkhis. Apabila pemimpin mempunyai tujuan untuk melakukan pe rubahan dan pembaharuan, maka demokrasi akan hidup dalam partai ; tetapi apabila pemimpin cenderung untuk memelihatra stabilitas, maka partai akan cenderung pula bersifat oligarkhis. Sementara itu factor organisasi memiliki dua aspekl, yaitu masalah prosedur organisasi dan perhatian organisasi. Apabila prosedur atau tata cara dalam pengorganisasian disederhanakan dan didasarkan pada saling pengertian, maka partai akan lebih mendekati demokrasi ; tetapi apabila hubungan dalam organisasi sudah dikendalikan oleh suatu system birokrasi, maka partai akan berwajah ologarkhis. Apabila perhatian organisasi ditujukan pada keseluruhan anggota, maka sifat demokratis partai akan terbina ; tetapi apabila perhatian organisasi hanya ditujukan pada sekelompok kecil anggotanya, maka partai akan cenderung menjadi oligarkhis.

(II) Pembangunanisme adalah pembangunan yang dijalankan demi pem bangunan itu sendiri, yang dilepaskan dari cita-cita konstitusi yang me -ngamanatkan agar pembangunan diarahkan untuk terwujudnya keadilan social

(III) Ditinjau menurut sifat dan orientasi partai politik, dapat dibedakan adanya dua jenis partai, yaitu partai lindungan dan partai ideologi. Partai lindungan adalah partai yang tujuan utamanya adalah memenangkan pemilihan umum untuk tokoh-tokoh dan kader-kader yang dicalonkan ; dan oleh karenanya hanya giat menjelang masa-masa pemilihan. Partai Republik dan Partai Demokrat di Amerika Serikat dapat diambil sebagai contoh partai politik semacam ini. Perkembangan partai-partai politik pasca reformasi di Indonesia lebih mengarah kepada ke model partai lindungan, tetapi partai lindungan yang masih mengurus kepentingannya sendiri dan mengabaikan kepentingan konstituen. Partai ideologi adalah partai yang mempunyai visi penataan kehidupan social dan politik yang komprehensif berdasarkan pandangan hidup tertentu, yang kemudian dirumuskan ke dalam kebijakan dan platform partai. Partai ideologi menuntut adanya loyalitas dan keterlibatan ang -gota dan kader-kadernya dalam melaksanakan platform tersebut, serta berpedoman pada disiplin partai yang kuat dan mengikat. Untuk memperkuat ikatan keanggotaan dan kemurnian ideologi, partai biasanya memiliki organ-organ untuk melakukan penerangan dan memberi penjelasan tentang ajaran-ajaran ideologis dan keputusan-keputusan penting yang diambil oleh partai. Partai-partai di Eropa Kontinental pada umumnya dapat ditunjuk sebagai contoh partai ideologi. Dalam kasus Indonesia pasca Reforma si, PKS merupakan satu-satunya partai politik yang dapat disebut sebagai partai ideologi.

(IV) Ditinjau dari segi komposisi dan fungsi keanggotannya, secara umum partai politik dapat dibagi dalam dua jenis partai, yaitu partai massa dan partai kader. Partai massa mengutamakan kekuatan partai pada besarnya jumlah anggota. Anggota yang masuk diterima tanpa syarat : dan oleh karenanya juga memiliki hubungan dengan partai yang longgar. Di dalam partai masa masing-masing aliran atau kelompok kepentingan cenderung untuk memaksakan kepentingannya masing-masing, terutama pada saat pemilihan, sehingga persatuan di dalam partai menjadi lemah dan tidak jarang diakhiri dengan membentuk kelompok tandingan atau mendirikan partai baru. Partai kader mengutamakan kekuatan partai pada keketatan organisasi dan disiplin kerja anggota-anggotanya. Partai biasanya menjaga kemurnian ideologi dan doktrin yg menyimpang dari garis partai yang telah ditetapkan. Rapat anggota menjadi agenda penting dalam kegiatan partai kader.

(V) Menurut Alvin Toffler di dalam bukunya Power Shift : Knowledge, Wealth, and Violence of the 21st Century menjelaskan bahwa umat manusia sejak awal peradabannya mengenal adanya tiga sumber kekuasaan, yaitu kekerasan, kekayaan, dan pengetahuan, tetapi dengan komposisi yang berlainan. Kekerasan atau ancaman kekerasan menghasilkan kualitas kekuasan yang rendah, karena hanya didasarkan pada kemampuannya untuk memberi hukuman. Kekayaan dapat menjadi alat kekuasaan yang lebih baik, karena disamping dapat dipergunakan untuk menghukum, kekayaan dapat dipergunakan untuk memberi hadiah. Sumber kekuasaan yang paling berkualitas berasal dari penggunaan pengetahuan : menciptakan efisiensi, melakukan kalkulasi, mebujuk, mengubah lawan menjadi sekutu. Tentu saja kekuasaan maksimum akan tercapai melalui penggunaan ketiga sumber kekuasaan di atas dengan menggabungkan ancaman kekerasan, kemampuan untuk memberikan hadiah, dan kalkulasi atas situasi yang dihadapi serta persuasi. Dalam kasus Indonesia, Orde baru dapat dipandang sebagai kekuasaan yang menggunakan kekuasaan fisik (dwifungsi ABRI) untuk mengintegrasikan dan mengendalikan sumber daya yang ada. Sementara itu, orde reformasi

(VI) Sementara itu, orde reformasi menggunakan kekayaan untuk mengintegrasikan dan mengendalikan sumber daya politik yang sedang mengalami pergeseran. Itulah sebabnya, meskipun rakyat sedang dalam cengkeraman kemiskinan, panggung politik mencitrakan berhamburan dengan uang. Tanpa pencitraan seperti itu, panggung yang digelar akan menjadi sepi.

(VII) Asas self help sudah dijalankan oleh Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda & kemudian dicantumkan sebagai asas partai oleh Partai Nasional Indonesia (PNI) ketika didirikan pada tahun 1927. Jadi ketika didirikan PNI belum berasaskan Marhaenisme. Marhaenisme untuk pertama kali tercantum sebagai asas partai baru pada tahun 1933 oleh Partai Indonesia (Partindo)

(VIII) Dengan metoda ini kita menerapkan prinsip membangun struktur yang terdukung. Prinsip ini harus tetap kita terapkan apabila nanti partai yang dicita-citakan sudah terbentuk. Prinsip ini menyatakan bahwa struktur yang kita bangun adalah struktur yang dari segala aspek (ekonomis, politis, keamanan, dan sebagainya) dapat kita dukung. Kita jangan membangun struktur yang di luar kemampuan kita untuk menanggung implikasinya. Melalui prinsip membangun struktur yang terdukung ini, kita dapat menciptakan pengorganisasian partai yang sehat.

Tidak ada komentar:

Selamat Datang

Selamat Datang di Blog Arwan Sabditama

Kirim Komentarnya ya!!