Rabu, Januari 21, 2009

BAHASA POSITIVISME LOGIS DAN MAKNANYA BAGI AGAMA : Kajian Pemikiran Rudolf Carnap

BAHASA POSITIVISME LOGIS DAN MAKNANYA
BAGI AGAMA :Kajian Pemikiran Rudolf Carnap

A. Pendahuluan
Positivisme yang dirintis oleh Augeste Comte ( 1798 – 1857 ) menganggap pengetahuan mengenai fakta objektif sebagai pengetahuan yang sahih. Filsafat positivisme Comte mengalami perkembangan dramatis dengan lahirnya kaum positivisme logis, khususnya di dalam lingkaran Wina 9 Vienna Circle ).
Kaum positivisme logis memusatkan diri pada bahasa dan makna. Bagi kaum positivisme logis, semua metafisika secara literal adalah “ nonsense “, tanpa makna. Salah seoranag tokoh terkemuka yang tergolong positivisme logis pada lingkaran Wina adalah Rudolf Carnap ( 1891 – 1970 ).

B. Paradigma Logika Rudolf Carnap
1. Verifikasi dan Konfirmasi
Prinsip pokok dari positivisme logis adalah prinsip verifikasi yaitu suatu proposisi ( pernyataan ) adalah bermakna apabila ia dapat rugi dengan pengamatan ( observasi ). Menurut Carnap, ilmu ( science ) adalah sebuah sistem pernyataan yang didasarkan pada pengalaman dan dikontrol oleh verivikasi eksperimental. Berkaitan denagn verifikasi ini, Carnap membedakan 2 tipe hukum dalam ilmu alam yaitu, hukum-hukum empiris dan hukum – hukum teoritis.
- Hukum Empiris adalah hukum – hukum yang dapat dikonfirmasikan langsung dengan observasi-observasi empiris.
- Hukum toritis disebut pula sebagai hukum – hukm abstrak atau hipotesis.
Hukum – hukum empiris dijabarkan dari teori yang diketahui dan dikonfirmasi. Apabila hukum empiris dikonfirmasi, maka ia memberikan konfirmasi tidak langsung terhadap hukum teori. Setiap konfirmasi suatu hukum, baik empiris ataupun teoritis tak pernah lengkap dan absolut.
Pengkonfirmasian baik dari hukum empiris maupun teoritis, pada gilirannya akan membawa kepada klasifikasi pada tingkatan konfirmasi itu sendiri, apakah memiliki makna atua tidak.

Klasifikasi menurut Carnap, dibagi 3 bagian :
1. Klasifikasi sebagai definisi konsep tingkat konfirmasi ( degree of confirniation).
2. Kalsifikasi dari konstruksi seluruh sistem logika induksi.
3. kalsifikasi konsep probalitas.
Menurut Carnap hukum empiris dan hukum teoritis akan sampai pada “ kesatuan hukum “ ilmu yaitu “ konstruksi sitem homogen untuk keseluruhan “ ilmu. Sedangkan yang dimaksud ‘ keseluruhan bahasa “ dalam ilmu ( alam ) yaitu suatu reduksi umum yang menjadi dasar bagi istilah – istilah dari cabang ilmu dan homogen dalam pengertian bahasa benda fisika.
2. Eliminasi Metafisika
Dalam pandangan positivisme logis metafisika adalah tidak bermakna karena ia menyajikan proposisi ( statement ) yang disebut Carnap “ pseudostatements “ yaitu apabila melanggar aturan –aturan sintaksis logika dari pembuktian empiris. Penolakan Carnap terhadap metafisika karena metafisika tidak dapat menghindarkan diri dari pernyataan-pernyataan “ non-veriable ( tidak dapat diverifikasi ). Pernyataan –pernyataan metafisika sebagai ekspresi bahasa menuruit Carnap, Metafisika tidak diverifikasi, sehingga sebenarnya tiodak dapat diuji dengan pengalaman.
4. Saintisme : United Science
Dengan fisikalisme, Neurath mengajukan prinsip kesatuan ilmu. Prinsip ini menyatukan bahwa semua ilmu – ilmu empiris secara fundamental adalah satu dan terbagi cabang. Cabangnya yang secara praktis ada dalam alam. Prinsip ini diarahkan terutama untuk menghadapi pembedaan antar ilmu –ilmu alam dan “ geisteswissens-chaften “ ( ilmu – ilmu sosial dan humaniora ). Carnap menerima prinsip ini dalam bentuk tesis bahwa keseluruhan bahasa ilmu dapat dikontruksi atas dasar fisika-listik.

C. Implikasi Bahasa Positivisme Logis Bagi Kebermaknaan
Menurut Positivisme logis dari pemikiran Carnap, propinsi – propinsi ( pernyataan – pernyatan ) disebut bermakna apabila dapat diverifikasi dengan pengamatan ( observasi ) indrawi. Pernyataan ini akan memunculkan pertanyaan – pertanyaan yang perlu dicermati untuk melihat kebermaknaan pernyataan – pernyataan dari agama itu sendiri.
Tuhan hadir dan bermakna bagi kehidupan umat manusia yang mengimaninya. Namun apabila kita mengikuti prinsip verfikasi kaum positiovisme logis, kepercayaan terhadap Tuhan akan memilki makna apabila ia dapat diuji secara empiris. Jika prinsip ini diterapakan, maka pastilah akn terjebak pada pernaytaan atheis yang pada gilirannya akan menyatakan bahwa memang “ Tuhan tidak Ada “, sehingga Tuhan ada atau tidak ada tidak punya makna apa – apa.
Menurut Wittgenstein, benda – benda yang tidak dapat diuaraikan dalam kata –kata, maka mereka membuat manifestasi dirinya sendiri. Mereka adalah mistis, yaitu suatu pengalaman yang tidak dapat diuraikan dengan kata –kata. Dengan demikian wacana agama berada di luar dunia wicara penuh makana sebagai mana diharapkan kaum positivis logis. Untuk mencari bahasa ideal, ada banyak “ Language Games “ yang digunakan dalam bentuk – bentuk kehidupan di mana situasi bahasa dipergunakan.
Untuk memahami bahasa agama, maka kita perlu suatu ‘ language game “ agama yang sering digunakan untuk tujua- tujuan agama dalam bentuk kehidupan religius. Pelajaran yang diambil baghwa ada berbagai ragam bahwa untuk menunjukkan suatu makna dalam kehidupan. Perbedaan penafsiran terhadap makna proposisi- proposisi bahasa agama, seharusnya dilihat sebagai sebuah kekayaan bahasa agama. Permaknaan keberagamaan itu tidak hanya ditempuh dengan cara verifikasi dan konfirmasi secara empiris, atau analisis logis melalui sintaksis bahasa –bahasa ilmu alam.
Permaknaan tersebut dapat ditempuh dengan cara ritus suci, perbuatan benar, ketaatan, mediasi semanik, pencarian mistik, ataupun cara penelitian cara rasio terlepas dari pembicaraan “ salah dan benar “. Dengan pemahaman yang bersifat pluralistik, maka perbedaan permaknaan bahasa memberikan jalan bagi masyarakat majemuk agama berbeda, sehingga Tuhan memiliki masa depan yang cerah untuk umat manusia.

D. Penutup
Positivisme logis besar pengaruhnya bagi perkembangan teori pengetahuan kontemporer, filsafat ilmu khususnya filsafat agama, juga membawa kemajuan yang pesat dibanding ilmu – ilmu eksata dan teknologi.
Prinsip verifikasi dan konfirmasi yang dijadikan dasar permaknaan suatu realitas jangan dijadikan dasar bagi permaknaan realitas yang lainnya. Dengan demikian, pengakuan pluralitas terhadap cara permaknaan suatu realitas menjadi penting untuk dikembangkan dalm kehidupan bersama.

Pendapat
Dari bacaan mengenai “ bahasa Positivisme Logis dan Maknanya Bagi Agama : kajian Pemikiran Rudolf Carnap “ dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwasanya :
1. Mengenai pemusatan diri pada bahasa dan makna oleh kaum positivis logis, terhadap realitas ( objek Pengetahuan ), kaum positivis logis beranggapan bahwa kaum idealis dan materialis tak pernah berhenti untuk melihat secara hati – hati dari makna bahasa yang mereka pakai. Kami secara tidak langsung tidak sependapat dengan para filosof positvis yang berpendapat bahwa kekacauan dari semua pendekatan –pendekatan metafisika terhadap realitas adalah karena bahasa yang mereka pakai secara esensial tanpa makna.
2. Secara tidak langsung Carnap membantah atau menyimpang pernyataannya sendiri mengenai ilmu merupakan sisitem pernyataan yang didasarkan pada pengalaman langsung dan dikontrol oleh verifikasi eksperimental, dan itu pun berlaku bagi fisikawan dan psikolog, belum tentu berlaku bagi ilmu lainnya. Sehingga apa yang ia katakan berbeda denagn apa yang sebenarnya atau faktanya.
3. Megenai pernyataan – pernyataan Carnap yang membedakan dua fungsi bahasa, kami spendapat bahwasanya bahasa itu mempunyai fungsi ekspreisif dan kognitif atau representatif. Di mana fungsi ekspresif merupakan pernyatan mengenai perasaan, ucapan linguistik yang disadari atau tidak, keadaan jiwa dan sebagainmya.
4. Langkah yang dilakukan oleh Carnap dalam menggunakan logika terpan atau teori pengetahuan mellui cara –cara analisis logis untuk mengklasifikasi muatan kognitif pernyataan –pernyataan ilmiah dan makna dari istilah –istilah yang dipakai dalam pernyataan tersebut sehingga memperoleh hasil positif dan negatif, bisa saja dibnarkan dan didukung karena hasil positif dilakukan di dalam domain ilmu empiris, hubungan – hubungan formal, logis, dan apistemologisnya dibuat eksplisit.
5. Berkaitan dengan kritik positivisme logis yang mengajukan suatu kriteria verifikasi dan konfirmasi untuk memberikan makna suatu ralitas, tidak logis atau tidak nalar apabila dikaitkan dengan agama, karena kita akan terjebak dengan sendirinya pada pernyataan - pernyataan atheis, yang pada gilirannya akan menyatakan bahwa memang “ Tuhan tidak ada “ sehingga Tuhan ada atau tidak ada, tidak akan mempunyai makna yang berarti. Sehingga hal ini tidak cocok bila berhubungan denagn agama yang mengarah pada atheis.
6. Untuk memahami bahasa dan penemuan maknanya, kita sependapat mengenai peminjaman kembali dari Wittgenstein yaitu “ language game “ , karena dalam kehidupan sehari –hari “ language game “ agama menjadi bersifat “ mistis “ , karena ia tidak bisa dibahasakan, bukannya tanpa makna, tetapi merupakan sebuah pengalaman dunia langsung.
7. Bahwasanya dalam kehidupan keagamaan, prinsip positivis logis yang membahayakan adalah menganggap proposisi – proposisi yang berbeda dengan agama yang dianutnya sebagai tidak bermakna dan kemudian tidak menyelamatkan bagi kaum yang berbeda.

Tidak ada komentar:

Selamat Datang

Selamat Datang di Blog Arwan Sabditama

Kirim Komentarnya ya!!